Defenisi Al-Ilmu (Ilmu)
DEFENISI AL-ILMU (ILMU)
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Secara bahasa, al-ilmu adalah lawan dari al-jahl (kebodohan), yaitu mengetahui sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dengan pengetahuan yang pasti.
Secara istilah dijelaskan oleh sebagian ulama bahwa ilmu adalah ma’rifah (pengetahuan) sebagai lawan dari al-jahl (ketidaktahuan). Menurut ulama lainnya, ilmu itu lebih jelas dari apa yang diketahui.
Adapun ilmu yang kita maksud adalah ilmu syar’i, artinya ilmu yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Maka ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu wahyu, yaitu ilmu yang diturunkan oleh Allah saja. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا، يُفَقِّهُهُ فِي الدِّيْنِ
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Dia akan menjadikannya faham tentang agamanya”[1]
Dalam hadits lainnya, beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
إِنَّ اْلأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوْرِثُوْا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، وَإِنَّمَا وَرَثُوا الْعِلْمَ، فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar atau dirham, yang mereka wariskan hanyalah ilmu, maka barangsiapa yang telah mengambilnya, maka ia mengambil bagian yang banyak”[2]
Suatu hal yang sudah kita ketahui bahwa yang diwariskan oleh para Nabi hanyalah ilmu tentang syari’at Allah Azza wa Jalla, bukan yang lainnya. Maka para Nabi tidaklah mewariskan ilmu teknologi kepada manusia atau yang berkaitan dengannya. Bahkan ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang ke Madinah, beliau mendapati orang-orang tengah mengawinkan pohon kurma. Beliau mengatakan kepada mereka bahwa hal itu tidak diperlukan, lalu merekapun mengikuti ucapan beliau dan tidak mengawinkannya, akan tetapi pohon kurma itu menjadi rusak, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada mereka.
أَنْتُمْ أَعْلَمُ بِشُؤُوْنِ دُنْيَاكُمْ
“Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian”[3]
Seandainya hal ini termasuk ilmu yang terpuji, maka pasti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang paling mengetahui tentangnya, karena orang yang terpuji dengan ilmu dan amalnya adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jika demikian, maka ilmu syar’i adalah ilmu yang didalamnya terkandung pujian dan sanjungan bagi para pemiliknya. Akan tetapi meskipun demikian saya tidak mengingkari bahwa ilmu lainnya pun mengandung faedah, namun faedah ini memiliki dua batasan. Jika dia bisa membantu dalam melaksanakan kataatan kepada Allah dan membela agama-Nya serta bermanfaat bagi manusia, maka ilmu itu merupakan ilmu yang baik dan maslahat. Terkadang menjadi wajib dalam kondisi tertentu jika hal itu termasuk dalam firman Allah.
وَأَعِدُّوا لَهُمْ مَا اسْتَطَعْتُمْ مِنْ قُوَّةٍ وَمِنْ رِبَاطِ الْخَيْلِ
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan ada saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat…” [Al-Anfaal : 60]
Banyak ulama yang menerangkan bahwa (hukum) mempelajari teknologi termasuk fardhu kifayah, hal itu disebabkan karena manusia pasti mempunyai peralatan memasak, minum dan selainnya yang bermanfaat bagi mereka. Apabila tidak ada orang yang menggarap industri di bidang ini maka mempelajarinya menjadi fardu kifayah. Ini adalah masalah yang diperdebatkan oleh para ulama.
Sekalipun demikian maka saya ingin mengatakan bahwa ilmu yang di dalamnya terkandung pujian dan sanjungan adalah ilmu syar’i yang merupakan pemahaman tentang Kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun ilmu selain itu yang bisa menjadi sarana kebaikan ataupun sarana kejelekan, maka hukumnya sesuai dengan pemanfaatannya.
[Disalin dari kitab Kitaabul Ilmi, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, edisi Indonesia Panduan Lengkap Menuntu Ilmu, Penerjemah Abu Haidar al-Sundawy, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]
_______
Footnote
[1] HR. Al-Bukhari, kitab al-Ilmu bab Man Yuridillaahu bihi Khairan dan Muslim, kitab Zakaah bab an-Nahyu ‘anil Mas-alah
[2] HR Abu Dawud, kitab al-Ilmu bab al-Hatstsu ‘alaa Tahalabil Ilmi dan at-Tirmidzi, kitab al-Ilmu bab Maa Jaa-a fii Fadhlil Fiq-hi ‘alal Ibaadah.
[3] HR Muslim, kitab al-Fadhaa-il bab Wujuub Imtitsaali Maa Qaalahu Syar’an duuna Maa Dzakarahu Shallallahu ‘alaihi wa sallam min Ma’aayisy ad-Dunyaa ‘alaa Sabiilir Ra’yi.
Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2215-defenisi-al-ilmu-ilmu.html